Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 27 November 2014

Sejarah

1) Sejarah Singkat Tenun Sambas 

Masyarakat Melayu Sambas telah lama mengenal dan menyukai tenun tradisional. Budaya tenun Sambas merupakan tradisi turun-temurun masyarakat Melayu Sambas. Para pengrajin tenun Sambas sampai saat ini masih menjalankan tradisi menenun. Kain tenun Sambas memiliki nilai budaya ekonomis karena hasil penjualan kain tenun Sambas dapat menopang kebutuhan hidup. Selanjutnya, tenun Sambas memiliki nilai estetika yang tinggi dari beragam motif yang dihasilkan. Kepedulian masyarakat terhadap kelangsungan tenun Sambas perlu diwujudkan dalam tindakan nyata, salah satunya dengan berupaya melestarikan tenun dengan menghasilkan berbagai kreasi motif. Tradisi menenun di daerah “Pantai Utara” ini sudah sangat lama, meskipun sampai saat ini belum diperoleh data yang jelas dan pasti sejak kapan mereka mempelajarinya, baik teknik tenun ikat maupun teknik songket dan aplikasi. Begitu juga belum diketahui kapan persisnya mereka mulai mengenal dan mempergunakan alat tenun tersebut. Dalam sejarah Sambas menyebutkan praktik menenun secara tradisional, baik teknik ikat maupun teknik songket telah ada pada masa pemerintahan Raden Bima (Sultan Sambas ke-2 yang memerintah tahun 1668-1708 bergelar Sultan Muhammad Tajuddin menggantikan ayahandanya Raden Sulaiman bin Raja Tengah). Hal itu perlu diteliti dan dikaji lebih lanjut, kapan persisnya tenun masuk di Sambas. Ketika Jepang menjajah Indonesia (1942-1945), gema suara peralatan tenun dan aktivitas kerajinan tenun tidak terdengar. Tampaknya tidak seorangpun pengrajin tenun yang sanggup bertenun. Pada masa ini bukan saja bahan baku tenun seperti benang kapas, benang emas dan lain-lain telah menghilang di pasaran, barang-barang keperluan hidup sehari-hari pun sangat sulit ditemukan. Masyarakat hidup dalam suasana menderita dan ketakutan, apalagi setelah para sultan, pemimpin, tokoh masyarakat dan para cerdikpandai ditangkap dan dibunuh tentara Jepang secara kejam. Rasa ketakutan mereka memuncak menjadi kekecewaan dan putus asa yang mendalam. Pada saat itu masyarakat Sambas kehilangan segala-galanya, pewarisnya, dan khazanah kebudayaannya. Situasi yang sangat tidak menguntungkan ini terus berlanjut sampai dengan tahun 1950. Geliat gairah dan optimisme untuk menekuni kembali seni kerajinan tenun tradisional di Sambas dengan sarana Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) baru kelihatan muncul lagi seiring dengan membaiknya situasi dan kondisi negara Republik Indonesia. Perangkat alat tenun bukan mesin (ATBM) cukup banyak, yaitu: cucuk (karab), garub (suri), pase berirak, benik seranak, injakan pencul cacak, tandaian, kuda-kuda, tempat duduk longseng, turrak pletting, tarauan. Selain itu ada pula yang menyebutnya: landaian, tagak, pakan, suri turak, karok, palapah, paso, gulungan, dan ulang-aling. Berikut ini gambar alat tenun khas Sambas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About